Siapa itu Freeport Indonesia?
PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari
Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc.. PT Freeport Indonesia menambang,
memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga,
emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimika,
provinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang
mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
“Layakkah Freeport Indonesia mendapatkan perpanjangan kontrak karya untuk mengeksplorasi tanah Papua? “
Berikut adalah kajian dan pendapat kami dalam menjawab
pertanyaan terbesar bagi khalayak ini :
Sisi ekonomi
Jika kita melihat dari sisi ekonomi pada perpanjangan kontrak
PTFI, kita dapat menemukan bahwa akan terdapat kerugian yang sangat besar. Pada
kontrak karya 1 luas wilayah dari area pertambangan adalah 11.000 hektar
menjadi berkembang hingga mencapai 2626 Juta Hektar. Namun besaran iuran tetap
untuk wilayah pertambangan yang dibayarkan berkisar antara US$ 0,025-0,05 yang
tergolong sangat kecil untuk ukuran proyek sebesar Freeport. Fakta kerugian
juga didapati dari kebijakan untuk membebaskan Freeport dari tax dan mendapatkan
wewenang tersendiri dalam mengatur manajemen dan operasi, seperti kelonggaran
fiskal. Selain itu pula terdapat ketidak sesuaian struktur pajak yang ada
dengan angka hanya berkisar pada 35% yang jika kita dibandingkan dengan besar keuntungan
yang didapatkan oleh Freeport, maka angka 35 untuk pajak tergolong sangat kecil.
Kerugian juga dapat dilihat dari kandungan mineral yang
dimiliki Freeport Indonesia, walaupun Freeport indonesia mengaku hasil tambang
utama mereka adalah tembaga, namun Freeport juga meraup keuntungan yang besar
dari tambang perak dan emas. Sebagai
contohnya adalah Grasberg. Grasberg sebagai salah satu tambang freeport di Papua
yang merupakan tambang mineral terbesar di dunia, mengandung 18 juta ton
tembaga, Perak 3400 ton dan kandungan emas 1600 Ton, dimana hal ini adalah menjadikannya
sebagai tambang dengan kandungan mineral terbesar di dunia. Namun di sisi lain
pula royalti yang didapatkan pemerintah hanya berasal dari penjualan bersih
konsentrat mineral dimana nilainya 1-3,5% dari harga kotor dan biaya produksi,
smelting dan lainnya. Ini yang membuat kerugian negara ditaksir mencapai
triliunan dan masih akan terus bertambah lagi jika tidak segera di hentikan.
Sisi sosial
Pancasila mengajarkan kita untuk melakukan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun fakta yang terjadi adalah kesenjangan
antara pembangunan di daerah ibukota negara dengan pulau Papua tempat dimana
segala kekayaan alam digerus oleh alat berat dan manusia. Belum lagi kita
berbicara fakta yang ada menunjukkan bahwa pembangunan Papua hanya berada di
sekitar pertambangan Freeport. Dan yang mengecewakan adalah perbedaan pelayanan
dan pengaturan bagi masyarakat sekitar dan pekerja Freeport. Freeport tumbuh
sebagai daerah terlarang bagi masyarakat asli Papua, sedangkan mereka bebas
mengeruk kekayaan alam yang ada. Di balik
gembar-gembor CSR yang mereka galakkan pada pembangunan dan peningkatan
kehidupan di Papua, semua terlihat semu dan sekedar pencitraan karena faktanya
kehidupan di Papua masih dibawah angka kehidupan layak. Masihkah ingin tetap
penindasan sosial terjadi terus menerus di Indonesia, khususnya di tanah kaya semacam
Papua?
Sisi Hukum
Indonesia telah keluar dari cita-cita para Founding Father
seperti yang bisa kita simak pada teks Pancasila dan UUD 1945. Selain keadilan
sosial yang telah disebutkan pada poin sosial diatas, ternyata cita-cita bangsa
Indonesia yang ingin mewujudkan kemerdekaan, kesatuan, kedaulatan, keadilan dan
kemakmuran dilanggar oleh para penerus bangsa, tak terkecuali pada kasus
Freeport. Bagaimana 3 cita-cita bangsa dihina oleh keberadaan dan aktivitas
Freeport di tanah Papua. Bagaimana kita bisa mewujudkan kedaulatan, keadilan,
dan kemakmuran jika sumber daya alam terbesar di dunia yang dimiliki Indonesia
hanya dinikmati oleh bangsa ini dengan angka 1-3,5 % saja. Belum lagi jika
merunut pada UUD 1945 pasal 33 nomor 3 jelas dilanggar dengan sangat kejam oleh
pemerintahan dan perusahaan Freeport. Bagaimana negara seakan tidak berkuasa
atas kekayaan alamnya sendiri serta kebermanfaatan untuk kemakmuran bangsa
Indonesia seakan tidak terasa sama sekali.
Harus diancungi jempol sebenarnya adalah usaha dari
Pemerintahan SBY yang telah membuat Undang Undang no 4 tahun 2009 sehingga
perusahaan mineral dan tambang tidak serta merta mengekspor bahan mentah alam
Indonesia. Namun implementasinya belum maksimal karena banyak perusahaan yang
belum menerapkan kebijakan ini dengan baik, salah satunya adalah Freeport.
Salah satu kesepakatan dari UU ini adalah harus dibangunnya Smelter untuk
pengolahan tembaga di Indonesia. Hingga saat ini bahkan kejelasan tentang
pembangunan Freeport masih abu-abu, walau dikatakan akan dibangun di daerah
Gresik. Keputusan ini dipertanyakan karena alasan jauhnya dari penambangan
sehingga tidak memberikan nilai tambah bagi daerah di sekitar pertambangan, yang
tidak lain adalah tanah Papua.
Ditengah belum kejelasannya Freeport membangun smelter,
namun perusahaan tersebut malah meminta kejelasan tentang perpanjangan kontrak.
Mereka bahkan rela untuk sekedar meminta kontrak Izin Usaha Pertambangan
Khusus. Padahal kontrak mereka masih akan habis pada tahun 2021 sehingga
menyalahi UU no 4 tahun 2009 tentang Minerba yang mengharuskan IUPK untuk
keluar setelah kontrak selesai yang artinya baru bisa setelah 2021 dan itu
harus melalui mekanisme panjang dan lelang, bukan penunjukan lansung seperti
yang diinginkan oleh PT. Freeport Indonesia
Pertanyaaannya, mau sampai kapan hukum Indonesia
diinjak-injak untuk sekedar memuaskan perut negara lain? Bangun kawan
Konklusi
Berdasarkan kajian dan pendapat yang kami utarakan
diatas, maka kami mendapatkan sebuah kesimpulan yang menunjukkan bahwa kami
secara tegas MENOLAK PERPANJANGAN KONTRAK KARYA FREEPORT INDONESIA UNTUK
MENGELOLA SUMBER DAYA YANG ADA DI TANAH PAPUA. Hal ini didasari pada 3 sisi
utama yang menjadi pijakan pikiran kami, kami menemukan banyak kerugian
dibandingkan keuntungan yang ada terkait keberlansungan kontrak karya yang
selama ini terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan pihak PT. Freeport
Indonesia
Kelompok : B2 (Kontra)
Anggota :
- M. Furqon Haq 5212100074
- Rifqi Achmad Naufal 5212100075
- Ilham Kharisma Akbar 5212100141
- Syukur Ikhsani 5212100147
Tidak ada komentar:
Posting Komentar