Mau Jadi Apa....

Minggu, 02 November 2014

Bangun pemudi pemuda Indonesia
Lengan bajumu sisingkan untuk negara,
Masa yang akan datang, kewajibanmulah
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Menjadi tanggunganmu terhadap nusa

Masih terasa getaran di bulu kuduk merinding kala pasukan paduan suara menyanyikan lagu ini di saat upacara bendera di masa sekolah dulu. Ya, walau saya masih bocah ingusan dahulu, tetapi saya tau sekali suatu saat saya akan menyandang tanggung jawab itu. Tanggung jawab sebagai pemuda-pemudi Indonesia. Yang akan menjadi tulang punggung masa depan nusa bangsa. 

Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.


Ikrar suci pemuda kala itu menggugah semangat juang untuk merdeka menjadi berapi-berapi dengan menjunjung tinggi persatuan. Satu nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa. Tak lain dan tak bukan, hanyalah satu di dunia. INDONESIA. Hal yang lama hilang itu muncul bagaikan oase di tengah keputus-asaan dalam menghadapi penjajahan. Padahal semua pun mengetahui kekuatan Sriwijaya, Majapahit, dan beragam Kerajaan di Nusantara lainnya yang kondang akan kekuatan militernya. Tetapi mereka tetap saja tak bisa membendung kedatangan penjajah yang akhirnya menyengsarakan bangsa Indonesia. Puing-puing Kerajaan itu akhirnya berkumpul menjadi sebuah tembok raksasa, lebih kuat, lebih pintar, dan lebih bergelora membawa Indonesia menuju pintu KEMERDEKAAN.

Sejarah mencatat bahwa generasi muda menjadi tumpuan pergerakan bangsa. Tak ada Hari Kebangkitan Nasional tanpa adanya pemuda-pemuda pintar nan nasionalis macam mahasiswa STOVIA membentuk Budi Utomo. Tak ada Sumpah Pemuda tanpa adanya semangat persatuan berbagai komunitas pemuda daerah. Hingga terakhir tak akan ada kata "Reformasi" bila pemuda dan mahasiswa tak turun ke jalan menuntut turunnya Orde Baru.

“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya,
berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” .
(Bung Karno)

Pertanyaan menarik adalah kemana pemuda-pemudi masa kini?

Tenang mas-mbak, mereka sedang belajar,
Belajar untuk masa depan. Masa depan dompetnya. Belajar untuk pintar, cari beasiswa biar bisa beli kebutuhan tersier, lulus masuk perusahaan asing, dapet gaji banyak dengan duduk di belakang meja saja.

Tenang mas-mbak, mereka sedang berkarya,
Berkarya untuk masyarakat (katanya), merancang sebaik mungkin untuk jadi juara. Setelah hasil keluar, karya ditinggalkan begitu saja. Ga ada manfaat untuk pribadi lagi, ga ada gengsi lagi. Males tho?

Tenang mas-mbak, mereka sedang mengajar,
Mengajar orang untuk jadi babu, bentak sana-sini tanpa ada belas kasihan. Esensi hanya dicari, tapi tak pernah teraplikasi. Mengulang ajaran, mengulang kegagalan. 

Tenang mas-mbak, mereka sedang menyimak,
Iya menyimak budaya luar, lalu dicontoh dan disebarkan tanpa tahu apa manfaat dan mudharatnya. Aku suka aku mainkan. Aku ga suka aku tinggalkan. Musik korea berkibar, musik gamelan tersungkur. Sakitnya tuh disini :')

Apakah semua seperti itu? Enggak kok.
Masih ada pemuda-pemudi yang sedang belajar kehidupan untuk diaplikasikan di masa depan demi terwujudnya kemajuan bangsa
Masih ada pemuda-pemudi yang sedang berkarya untuk nusa bangsa dari relung hati terdalam untuk semangat kemandirian bangsa
Masih ada pemuda-pemudi yang sedang mengajar untuk menciptakan generasi emas Indonesia demi meratakan pendidikan bangsa
Masih ada pemuda-pemudi yang sedang menyimak budaya sendiri untuk diwariskan ke anak cucu agar lestarinya kebudayaan bangsa

Pertanyaanya sekarang,
Kamu mau jadi apa?
Mau jadi generasi pemuda yang berkontribusi untuk bangsa ?
atau memanfaatkan bangsa untuk diri sendiri?

Sederhana bukan?
Sesederhana kalian memilih tahu atau tempe sebagai lauk makan malammu.

Sejatinya Aku Bangga Jadi Pemuda Indonesia
 Tapi Aku Belum Tahu Mau Membawa Indonesia Kemana
 Beri Aku Waktu, Beri Aku Kesempatan
 Untuk Memikirkan, Untuk Membuktikan
 Kepada Ibu Pertiwi cantik nan jelita tersohor di alam semesta
Semoga dia tak menangis lagi saat aku bertemu dengannya nanti
Jangan tiup api lilin itu,
 Biarkan tetap menyala, Biarkan tetap membara
 Hingga malaikat maut memisahkan, Hingga sang Pencipta memutuskan




Syukur Ikhsani

5212100147
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Fakultas Teknologi Informasi
Jurusan Sistem Informasi
Angkatan 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © 2016. Syukur Ikhsani.
Design by Herdiansyah Hamzah. & Distributed by Free Blogger Templates
Creative Commons License